Situs Sejarah dan Makam Keramat Nasibmu Kini

Peristiwa kerusuhan di makam keramat Mbah Priok yang merupakan situs sejarah seharusnya membuka mata bangsa ini tentang bagaimana memperlakukan dan melestarikan peninggalan sejarah yang diwariskan oleh para pendahulu kita. Sebelum membaca tulisan saya ada baiknya Kompasianers membaca terlebih dahulu Beberapa Situs Sejarah Mau Dihancurkan dan Bau Pesing di Monumen Soekarno. Dari dua buah artikel tersebut, saya mempersilahkan pembaca untuk memberikan penilaian sendiri.

Sebagai orang yang selama beberapa tahun ini rajin berkunjung dan menziarahi situs-situs sejarah atau makam keramat nenek moyang terutama yang berhubungan dengan sejarah Sunda maka saya sangat memahami betapa pentingnya pelestarian peninggalan nenek moyang (karuhun dalam bahasa Sunda). Banyak orang yang berkata sinis dan nyinyir ketika saya rajin berkunjung ke tempat-tempat tersebut.

” Orang mati saja masih kamu urusi “

” Apa yang kamu cari dari situs-situs sejarah atau makam-makam keramat tersebut “

” Musyrik Cech, masih senang saja main sama setan “

” Cari pesugihan Cech “

” Klenik, irasionil kok dikejar-kejar “

” Mau cepat kaya Cech “

Itulah beberapa kalimat yang dilontarkan terhadap diri saya. Tetapi semuanya saya anggap angin lalu karena saya pikir mereka tidak mengerti apa niat saya berkunjung atau berziarah ke tempat-tempat tersebut. Sebagaimana anjuran Rasulullah SAW kepada umatnya untuk melakukan ziarah kubur dan mendoakan para orang tua kita yang telah meninggal maka saya rajin melakukan ziarah. Disamping itu saya banyak mendapatkan ilmu dan pelajaran tentang arti sebuah sejarah terutama sejarah diri, warisan, buah karya dan amal ibadah yang dilakukan oleh para pendahulu pada masa hidupnya dahulu. Dari situlah saya berusaha untuk bersikap arif dan banyak belajar bagaimana sikap dan perbuatan yang baik dari leluhur dalam menghadapi sebuah persoalan.

Intinya saya banyak mengerti tentang sejarah para leluhur yang dahulu sangat dihormati karena kewibawaannya, kepemimpinannya, kewelas asihannya, keimanannya, dan lebih utama lagi saya belajar tentang sejarah/identitas diri. Saya ada saat ini darimana asalnya, siapa orang tua-orang tua saya sebenarnya dan masih banyak lagi.

Ada beberapa hal yang kadangkala membuat saya miris. Misalnya banyak museum sejarah di daerah yang menyimpan beberapa peninggalan sejarah nenek moyang seperti keris, tongkat, tombak, alat musik, tarian, lukisan, mahkota dan lain-lain. Semua benda tersebut begitu dibangga-banggakan dan dirawat dengan sangat amat khusus perlakuannya. Tetapi ketika ditanya siapa yang menciptakan dan dimana makam orang-orang atau nenek moyang yang menciptakan benda-benda tersebut, kebanyakan mereka tidak bisa menjawab. Lha kalau kagum dengan hasil cipta, rasa dan karsanya maka sudah sewajarnya bahkan seharusnya mereka juga harus tahu dimana para leluhur yang membuat benda-benda bersejarah tersebut dimakamkan. Tetapi yang terjadi kebanyakan bingung dan minim informasi tentang keberadaan makam-makam leluhur. Dan hanya bisa prihatin/menyesal tanpa berbuat apapun ketika tahu makam-makam leluhur yang biasanya disertai dengan peninggalan sejarah akan digusur atau dihilangkan dari muka bumi dengan berbagai alasan oleh pemerintah ataupun pihak ketiga yang mempunyai kekuatan uang.

Perlu diketahui, dengan adanya makam keramat dan situs sejarah sebetulnya justru menghidupkan roda perekonomian warga sekitar yang ketempatan situs sejarah tersebut. Contohnya saja makam-makam Wali Sanga (terutama pada acara Ziarah Wali Sanga), makam Bung Karno di Blitar, Dayeuh Luhur di Sumedang, Candi Borobudur, Candi Prambanan dan sebagainya. Kebanyakan penduduk sekitar mendapatkan keuntungan ekonomi dari kunjungan para penziarah. Dan inipun juga inisiatif dan kreatifitas warga sekitar yang dulunya tidak mendapatkan perhatian pemerintah daerah. Pemerintah daerah baru bergerak atau memberikan fasilitas ketika tahu adanya perputaran kegiatan ekonomi. Ironis.

Goa Masigit Sela (dok.pribadi)
Makam Prabu Guru Aji Putih (dok.pribadi)
Makam Dalem Santapura (dok.pribadi)
Makam Leluhur Sukapura Tasikmalaya (dok.pribadi)
Makam Eyang Wali Abdullah (dok.pribadi)
Makam Leluhur Pasarean Gede Sumedang (dok.pribadi)
Pusaka Prabu Tajimalela (dok.pribadi)
Simbol Penyatuan Galeuh Pakuan Pajajaran (Cap Kerajaan) (dok.pribadi)

Rasanya sudah cukup saya menyampaikan kegusaran hati selama ini. Berikut saya akan sampaikan beberapa info penting tentang situs-situs sejarah yang disertai dengan makam-makam leluhur. Tapi mohon maaf kalau info ini hanya terbatas kepada sejarah Sunda karena memang itulah yang saya mengerti. Saya berharap Kompasianers yang mengetahui tentang situs/makam sejarah leluhur dari daerah lain seperti Mataram, Majapahit, Sriwijaya, Makasar, Batak, Bali, Sumba dan sebagainya bisa tergugah hatinya untuk memberikan informasi lewat tulisan di Kompasiana ini.

Para Leluhur Orang Sunda dan Makam-makamnya

  1. Pangeran Jayakarta (Rawamangun Jakarta)
  2. Eyang Prabu Kencana (Gunung Gede, Bogor)
  3. Syekh Jaenudin (Bantar Kalong)
  4. Syekh Maulana Yusuf (Banten)
  5. Syekh Hasanudin (Banten)
  6. Syekh Mansyur (Banten)
  7. Aki dan Nini Kair (Gang Karet Bogor)
  8. Eyang Dalem Darpa Nangga Asta (Tasikmalaya)
  9. Eyang Dalem Yuda Negara (Pamijahan Tasikmalaya)
  10. Prabu Naga Percona (Gunung Wangun Malangbong Garut)
  11. Raden Karta Singa (Bunarungkuo Gn Singkup Garut)
  12. Embah Braja Sakti (Cimuncang, Lewo Garut)
  13. Embah Wali Tangka Kusumah (Sempil, Limbangan garut)
  14. Prabu Sada Keling (Cibatu Garut)
  15. Prabu Siliwangi (Santjang 4 Ratu Padjadjaran
  16. Embah Liud (Bunarungkup, Cibatu Garut)
  17. Prabu Kian Santang (Godog Suci, garut)
  18. Embah Braja Mukti (Cimuncang, Lewo Garut)
  19. Embah Raden Djaenuloh (Saradan, Jawa Tengah)
  20. Kanjeng Syekh Abdul Muhyi (Pamijahan Tasikmalaya)
  21. Eyang Siti Fatimah (Cibiuk, Leuwigoong Garut)
  22. Embah Bangkerong (Gunung Karantjang)
  23. Eyang Tjakra Dewa (Situ Lengkong, Pandjalu Ciamis)
  24. Eyang Prabu Tadji Malela (Gunung Batara Guru)
  25. Prabu Langlang Buana (Padjagalan, Gunung Galunggung
  26. Eyang Hariang Kuning (Situ Lengkong Pandjalu Ciamis)
  27. Embah Dalem Salinggih (Cicadas, Limbangan Garut)
  28. Embah Wijaya Kusumah (Gunung Tumpeng Pelabuhan Ratu)
  29. Embah Sakti Barang (Sukaratu)
  30. Syekh Abdul Rojak Sahuna (Ujung Kulon Banten)
  31. Prabu Tjanar (Gunung Galunggung)
  32. Sigit Brodjojo (Pantai Indramayu)
  33. Embah Giwangkara (Djayabaya Ciamis)
  34. Embah Haji Puntjak (Gunung Galunggung)
  35. Dewi Tumetep (Gunung Pusaka Padang, Ciamis)
  36. Eyang Konang Hapa/Embah Wrincing Wesi (Dayeuh Luhur, Sumedang)
  37. Embah Terong Peot/Batara Cengkar Buana (Dayeuh Luhur, Sumedang)
  38. Embah Sanghyang Hawu/Embah Djaya Perkosa (Dayeuh Luhur, Sumedang)
  39. Embah Nanggana (Dayeuh Luhur, Sumedang)
  40. Prabu Geusan Ulun (Dayeuh Luhur, Sumedang)
  41. Nyi Mas Ratu Harisbaya (Dayeuh Luhur, Sumedang)
  42. Eyang Anggakusumahdilaga (Gunung Pusaka Padang Ciamis)
  43. Eyang Pandita Ratu Galuh Andjarsukaresi (Nangerang)
  44. Embah Buyut Hasyim (Tjibeo Suku Rawayan, Banten)
  45. Eyang Mangkudjampana (Gunung Tjakrabuana, Malangbong Garut)
  46. Embah Purbawisesa (Tjigorowong, Tasikmalaya)
  47. Embah Kalidjaga Tedjakalana (Tjigorowong, Tasikmalaya)
  48. Embah Kihiang Bogor (Babakan Nyampai, Bogor)
  49. Aki Wibawa (Tjisepan, Tasikmalaya)
  50. Embah wali Mansyur (Tomo, Sumedang)
  51. Prabu Nagara Seah (Mesjid Agung Tasikmalaya)
  52. Sunan Rumenggang (Gunung Batara Guru)
  53. Embah Hadji Djaenudin (Gunung Tjikursi)
  54. Eyang Dahian bin Saerah (Gunung ringgeung, garut)
  55. Embah Giwangkarawang (Limbangan Garut)
  56. Nyi Mas Layangsari (Gunung Galunggung)
  57. Eyang Sunan Cipancar (Limbangan garut)
  58. Eyang Angkasa (Gunung Kendang, Pangalengan)
  59. Embah Kusumah (Gunung Kendang, Pangalengan)
  60. Eyang Puspa Ligar (Situ Lengkong, Panjalu Ciamis)
  61. Kimandjang (Kalapa 3, Basisir Kidul)
  62. Eyang Andjana Suryaningrat (Gunung Puntang Garut)
  63. Gagak Lumayung (Limbangan Garut)
  64. Sri Wulan (Batu Hiu, Pangandaran Ciamis)
  65. Eyang Kasepuhan (Talaga Sanghiang, Gunung Ciremai)
  66. Aki manggala (Gunung Bentang, Galunggung)
  67. Ki Adjar Santjang Padjadjaran (Gunung Bentang, Galunggung)
  68. Eyang Mandrakuaumah (Gunung Gelap Pameungpeuk, Garut)
  69. Embah Hadji Muhammad Pakis (Banten)
  70. Eyang Boros Anom (Situ Lengkong, Pandjalu Ciamis)
  71. Embah Raden Singakarta (Nangtung, Sumedang)
  72. Raden Rangga Aliamuta (Kamayangan, Lewo-Garut)
  73. Embah Dalem Kasep (Limbangan Garut)
  74. Eyang Imam Sulaeman (Gunung Gede, Tarogong)
  75. Embah Djaksa (Tadjursela, Wanaraja)
  76. Embah Wali Kiai Hadji Djafar Sidik (Tjibiuk, Garut)
  77. Eyang Hemarulloh (Situ Lengkong Pandjalu)
  78. Embah Dalem (Wewengkon, Tjibubut Sumedang
  79. Embah Bugis (Kontrak, Tjibubut Sumedang)
  80. Embah Sulton Malikul Akbar (Gunung Ringgeung Garut)
  81. Embah Dalem Kaum (Mesjid Limbangan Garut)
  82. Mamah Sepuh (Pesantrean Suralaya
  83. Mamah Kiai hadji Yusuf Todjiri (Wanaradja)
  84. Uyut Demang (Tjikoneng Ciamis)
  85. Regregdjaya (Ragapulus)
  86. Kiai Layang Sari (Rantjaelat Kawali Ciamis)
  87. Embah Mangun Djaya (Kali Serayu, Banjarnegara)
  88. Embah Panggung (Kamodjing)
  89. Embah Pangdjarahan (Kamodjing)
  90. Syekh Sukri (Pamukiran, Lewo Garut)
  91. Embah Dipamanggakusumah (Munjul, Cibubur)
  92. Aki Mandjana (Samodja, Kamayangan)
  93. Eyang Raksa Baya (Samodja, Kamayangan)
  94. Embah Dugal (Tjimunctjang (
  95. Embah Dalem Dardja (Tjikopo)
  96. Embah Djaengranggadisastra (Tjikopo)
  97. Nyi Mas Larasati (Tjikopo)
  98. Embah Dalem Warukut (Mundjul, Cibubur)
  99. Embah Djaya Sumanding (Sanding)
  100. Embah Mansur Wiranatakusumah (Sanding)
  101. Embah Djaga Alam (Tjileunyi)
  102. Sembah Dalaem Pangudaran (Tjikantjung Majalaya)
  103. Sembah Dalem Mataram (Tjipantjing)
  104. Eyang Nulinggih (Karamat Tjibesi, Subang)
  105. Embah Buyut Putih (Gunung Pangtapaan, Bukit Tunggul)
  106. Embah Ranggawangsa (Sukamerang, bandrek)
  107. Eyang Yaman (Tjikawedukan, Gunung Ringgeung Garut)
  108. Embah Gurangkentjana(Tjikawedukan, Gunung Ringgeung Garut)
  109. Embah Gadjah Putih (Tjikawedukan Gunung Wangun)
  110. Ratu Siawu-awu (Gunung Gelap, Pameungpeuk Sumedang)
  111. Embah Mangkunegara (Cirebon)
  112. Embah Landros (Tjibiru Bandung)
  113. Eyang Latif (Tjibiru Bandung)
  114. Eyang Penghulu (Tjibiru Bandung)
  115. Nyi Mas Entang Bandung (Tjibiru Bandung)
  116. Eyang Kilat (Tjibiru Bandung)
  117. Mamah Hadji Umar (Tjibiru Bandung)
  118. Mamah Hadji Soleh (Tjibiru Bandung)
  119. Mamah Hadji Ibrahim (Tjibiru Bandung)
  120. Uyut Sawi (Tjibiru Bandung)
  121. Darya bin Salmasih (Tjibiru Bandung)
  122. Mamah Hadji Sapei (Tjibiru Bandung)
  123. Embah Hadji Sagara Mukti (Susunan Gunung Ringgeung)
  124. Eyang Istri (Susunan Gunung Ringgeung)
  125. Eyang Dewi Pangreyep (Gunung Pusaka Padang Garut)
  126. Ratu Ayu Sangmenapa (Galuh)
  127. Eyang Guru Adji panumbang (Tjilimus Gunung Sawal)
  128. Eyang Kusumah Adidinata (Tjilimus Gunung Sawal)
  129. Eyang Rengganis (Pangandaran Ciamis)
  130. Ki Nurba’in (Sayuran, Gunung Tjikursi)
  131. Buyut Dasi (Torowek Tjiawi)
  132. Embah Buyut Pelet (Djati Tudjuh Kadipaten)
  133. Embah Gabug (Marongge)
  134. Eyang Djayalaksana (Samodja)
  135. Nyi Mas Rundaykasih (Samodja)
  136. Nyi Mas Rambutkasih (Samodja)
  137. Eyang Sanghiang Bongbangkentjana (Ujung Sriwinangun)
  138. Eyang Adipati Wastukentjana (Situ Pandjalu Ciamis)
  139. Eyang Nila Kentjana (Situ Pandjalu, Ciamis)
  140. Eyang Hariangkentjana (Situ Pandjalu Ciamis)
  141. Embah Dalem Tjikundul (Mande Cianjur)
  142. Embah Dalem Suryakentjana (PantjanitiCianjur)
  143. Embah Keureu (Kutamaneuh Sukabumi)
  144. Ibu Mayang Sari (Nangerang Bandrek Garut)
  145. Eyang Prabu Widjayakusumah (Susunan Payung Bandrek Garut)
  146. Embah Sayid Kosim (Gunung Alung Rantjapaku)
  147. Embah Bang Sawita (Gunung Pabeasan Limbangan Garut)
  148. Uyut Manang Sanghiang (Banten)
  149. Eyang Ontjar (Nyampai Gunung Bungrangrang)
  150. Eyang Ranggalawe (Talaga Cirebon)
  151. Ibu Siti Hadji Djubaedah (Gunung Tjupu Banjar Ciamis)
  152. Mamah Sepuh ((Gunung Halu Tjililin Bandung)
  153. Embah Sangkan Hurip (Ciamis)
  154. Embah Wali Abdullah (Tjibalong Tasikmalaya)
  155. Mamah Abu (Pamidjahan Tasikmalaya)
  156. Embah Dalem Panungtung Hadji Putih Tunggang Larang Curug Emas (Tjadas Ngampar Sumedang)
  157. Raden AstuManggala (Djemah Sumedang)
  158. Embah Santiung (ujung Kulon Banten)
  159. Eyang Pandita (Nyalindung Sumedang)
  160. Embah Durdjana (Sumedang)
  161. Prabu Sampak Wadja (Gunung Galunggung Tasikmalaya)
  162. Nyi Mas Siti Rohimah/Ratu Liongtin (Jambi Sumatera)
  163. Eyang Parana (Kulur Tjipatujah, Tasikmalaya)
  164. Eyang Singa Watjana (Kulur Tjipatujah, Tasikmalaya)
  165. Eyang Santon (Kulur Tjipatujah, Tasikmalaya)
  166. Eyang Entjim (Kulur Tjipatujah, Tasikmalaya)
  167. Eyang Dempul Wulung (Djaga Baya Ciamis)
  168. Eyang Dempul Walang (Djaga Baya Ciamis)
  169. Eyang Giwangkara (Djaga Baya Ciamis)
  170. Embah Wali Hasan (Tjikarang Bandrek, Lewo Garut)
  171. Embah Raden Widjaya Kusumah (Tjiawi Sumedang)
  172. Dalem Surya Atmaja (Sumedang)
  173. Eyang Rangga Wiranata (Sumedang)
  174. Eyang Mundinglaya Dikusumah (sangkan Djaya, Sumedang)
  175. Eyang Hadji Tjampaka (Tjikandang, Tjadas Ngampar Sumedang)
  176. Eyang Pangtjalikan (Gunung Ringgeung Garut)
  177. Eyang Singa Perbangsa (Karawang)
  178. Embah Djaga Laut (Pangandaran)
  179. Raden Ula-ula Djaya (Gunung Ringgeung Garut)
  180. Raden Balung Tunggal (Sangkan Djaya, Sumedang)

Makam-makam diatas baru sebagian kecil saja yang bisa disampaikan. Masih banyak lagi situs sejarah dan makam keramat yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Prabu Siliwangi Turun Gunung

Tahun 2010 adalah tahun yang unik dan lain daripada yang lain. Mengapa ? Karena pada tahun inilah Tahun Baru Islam dan Maulid Nabinya tepat jatuh pada hari Jumat Kliwon. Menurut kepercayaan sebagian besar masyarakat Sunda, jumat kliwon dianggap sebagai hari yang penuh arti karena pada malam jumat kliwon itulah para karuhun (leluhur), malaikat dan makhluk-makhluk gaib diijinkan oleh Allah SWT untuk turun ke bumi. Untuk itulah mengapa setiap malam jumat kliwon diadakan acara tawasulan atau acara mendoakan para karuhun dan memohon kepada Allah memberikan rahmatNya dalam bentuk apapun.

Latihan Memainkan Kecapi Menjelang Ngebumbang (dokumen pribadi)

Seperti pada tahun-tahun sebelumnya Padepokan Galeuh Pakuan Pajajaran menggelar banyak acara dalam menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW. Bagi keturunan Kusumah (Sumedang Larang), acara Maulid Nabi jatuh pada tanggal 14 Rabiul Awal. Karena bersamaan dengan Jumat Kliwon maka acaranya sudah dimulai sejak malam jumat kliwon.

Pada malam berikutnya (malam sabtu), diadakan acara ngebumbang dengan diiringi alunan musik kecapi atau dikenal dengan membuka sejarah dan ilmu Nabi Muhammad SAW dan para karuhun kepada para masyarakat yang datang ke Padepokan. Buka sejarah dan ilmu tersebut disampaikan oleh kakek buyut (Uyut) Ohan Wijaya Kusumah selaku Sesepuh Padepokan Galeuh Pakuan Pajajaran. Kami tidak tidur sampai subuh karena inilah momen yang tidak boleh dilepaskan dan banyak ilmu serta pengalaman Uyut yang sangat bermanfaat bagi diri kami.

Acara Ngebumbang (foto pribadi)
Beberapa orang yang masih melek mendengarkan petuah Uyut pada acara ngebumbang (foto pribadi)

Keesokan paginya acara dilanjutkan dengan melakukan ziarah ke makam Eyang Krincing Wesi yang merupakan salah satu patih kerajaan Galeuh Pakuan Pajajaran. Karena cuaca tidak yang diikuti dengan hujan deras, rencana melakukan ziarah ke Eyang Jangkung dan Eyang Wali Syekh Jafar Sidiq di gunung Masigit dibatalkan sehingga kami hanya ziarah ke Eyang Krincing Wesi di wilayah gunung Simpay saja.

Tampak jalan basah diguyur oleh hujan deras sebelum berangkat ziarah
Lokasi makam/petilasan Eyang Jangkung yang terhalang penglihatannya oleh kabut pada saat turun hujan (foto pribadi)

Pada malam minggunya, kami mengadakan tawasulan dalam menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW dengan membacakan doa dan Al Fatihah kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat, para wali, alim ulama, karuhun sampai kepada orang tua kandung kami yang telah meninggal dunia.

Acara Tawasulan dalam rangka Maulid Nabi Muhammad SAW 1431 H (foto pribadi)
Kang Tajudin membuka acara tawasulan dengan memberikan keterangan yang detil tentang makna Maulid Nabi SAW dalam perspektif budaya Sunda (foto pribadi)

Seperti biasanya, acara dimulai pada pukul 21.30 dan berakhir pada pukul 00.00 WIB. Selanjutnya dilakukan acara ritual membersihkan diri dengan menggunakan air yang berasal dari mata air keramat sehingga diharapkan tubuh kami menjadi bersih dan mengurangi kotoran-kotoran yang melekat di tubuh dan hati kami.

(bersambung)