Pernahkah pembaca menonton acara Reality Television Game Show “Survivor” ? Sebagian besar kompasianers mungkin pernah menontonnya yang pernah ditayangkan oleh stasiun TV Indosiar. Sebuah acara televisi yang digawangi oleh Charlie Parsons (Produser TV asal Inggris) dengan menyebar luaskannya ke seluruh dunia lewat jaringan TV ABC.
Survivor menyediakan hadiah US$ 1 juta bagi seorang pemenang yang mampu bertahan hampir 1 bulan di sebuah daerah terpencil yang ada di bumi ini. Acara yang diikuti oleh 16 peserta yang dikelompokkan menjadi 2 suku. Masing-masing suku terdiri dari 8 orang anggota suku. Acara reality show yang seru dimana penonton dipermainkan emosinya setelah melihat beberapa kejadian dari waktu ke waktu yang penuh intrik, kelicikan, kepintaran dan kepekaan terhadap lingkungan sekelilingnya. Tetapi saya tidak akan mengulas tuntas tentang survivor di tulisan saya ini. Untuk lebih lengkapnya bisa dibaca di Survivor.
Perjalanan ke Sanghyang Sirah yang merupakan bagian dari Taman Nasional Ujung Kulon secara tidak langsung berhubungan dengan Survivor (bertahan hidup). Kebetulan sekali jumlah orang yang terlibat dalam perjalanan ini ada 8 orang dengan sebuah misi, visi dan tujuan tertentu.
Banyak tantangan yang harus kami hadapi. Tantangan-tantangan tersebut meliputi daya tahan, kekuatan, kelincahan, pemecahan masalah, kerjasama tim, ketangkasan, dan tekad. Karena di sana kami bukan untuk rekreasi tapi menjalankan beberapa amanah yang diberikan oleh para orang tua.
Selama 7 hari, siang hari kami menjalankan puasa dan malam harinya melakukan zikir sampai pagi hari. Daya tahan dan kekuatan harus dijaga secara konsisten sehingga kami bisa menyelesaikan seluruh kegiatan selama berada di Sanghyang Sirah.
Pada awalnya suasana masih kondusif karena masing-masing individu belum mendapatkan masalah dan kendala selama disana. Setelah memasuki hari kedua dan seterusnya mulailah satu persatu permasalahan datang. Menariknya adalah mulailah kelihatan karakter-karakter asli yang selama ini seperti ditutupi dan ini menjadi semacam otokritik buat kami. Ada yang karakternya lugu, selalu ingin menjadi pemimpin, tukang protes, pemikir, jahil dan lain-lain. Tetapi itulah yang menjadi keunggulan kami setelah kami mau secara ikhlas menyadari kekurangan-kekurangan yang ada di diri kami. Akibatnya adalah secara otomatis kami tahu apa yang harus dilakukan selama di sana dan tahu tugasnya masing-masing.
Mungkin karena ada Uyut yang berfungsi sebagai katalisator maka kami bertujuh bisa saling toleransi dan tenggang rasa walaupun ada bisik-bisik tetangga juga sich hehehe. Tetapi itulah keunikan dalam perjalanan kali ini. Ternyata benar kalau kita ingin bertahan hidup diperlukan kerjasama tim dan tekad yang kuat sehingga segala yang dicita-citakan dapat dicapai dengan mudah.
Berikut adalah beberapa foto yang menggambarkan bagaimana kami bisa bertahan di alam terbuka dan asing seperti Sanghyang Sirah.
wah, mantap neh acara, tapi saya sendiri kok belom pernah nonton yak, emang ga ditampilin di tipi lokal yak ==a
Terima kasih mas Miftah, ini bukan acara televisi tapi misi ziarah ke makam leluhur di Ujung Kulon Mas
If you wish for to obtain much from this piece of writing then you have to apply these techniques to your won blog.